Senin, 16 September 2013

Torsio testis

Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral.
Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.

Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen atau mani.

Vaskularisasi
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai verikokel.

2.4. Diagnosis
Diagnosis torsi testis didapat dari gejala gejala (anamnesis) dan pemeriksaan fisik.
2.4.1. Anamnesis
·         Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan dalam skrotum, sakit perut hebat, kadang-kadang disertai dengan rasa mual dan muntah.
·         Testis yang bersangkutan dan dirasakan membesar.
·         Terjadi retraksi retraksi dari testis kearah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir tadi memendek
2.4.2. Pemeriksaan fisik
·         Testis pada sisi yang terkena sering lebih tinggi jika dibandingkan dengan sisi testis yang lain.
·         Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti sering terjadi pada epididimis akut.
·         Funikulus menebal, kadang-kadang dapat diraba suatu simpul.
·         Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusian, hiperemia, udema kulit dan subkutan
2.5. Diagnosis banding
1.      Epididimis akut
Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada pria diatas usia 35 tahun, E. coli merupakan penyebab terlajim epididimistis, pada pria di bawah usia 35 tahun Clamydia Trochomatis merupakan organisme terlazim pada penyebeb penyakit ini. Gambaran klinisnya yaitu pada stadium akut mungkin ada nyeri, pembengkakan dan demam ringan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan skrotum membesar, dapat ditemukan nyeri tekan pada funikulus spermatikus dan pada palpasi menunjukan epididimis yang nyeri dan menebal. Dapat sulit membedakan epididimistis dari torsi testis. Elevasi ringan scrotum cenderung membuat epididimistis kurang nyeri, tetapi perasat ini mengeksaserbasi nyeri akibat torsi testis.
2.      Orkhitis
Orkhitis merupakan peradangan testis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan testis kanan dan kiri. Orkhitis akut ditemukan sebagai penyulit penyakit virus, misalnya yang paling sering adalah parotitis epidemika.
3.      Hernia inguinalis
Gejala berupa benjolan di daerah inguinal yang dapat mencapai scrotum. Benjolan dapat timbul pada saat berdiri atau mengejan. Terasa nyeri bila menjadi inkarserata.
  1. Hidrokel Testis
Hidrokel testis merupakan pengumpulan cairan di dalam ruang antara kedua lapisan membran tunika vaginalis. Diagnosis hidrokel ditegakkan dengan tes transluminasi atau diapanaskopi positif.
  1. Tumor Testis
Merupakan pertumbuhan sel-sel ganas didalam testis yang dapat menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum.
Kebanyakan terjadi pada usia dibawah 40 tahun, penyebab pasti belum diketahui.
Beberapa faktor yang menunjang timbulnya tumor testis adalah :
    1. Testis undesensus.
    2. Perkembangan testis yang abnormal.
    3. Sindroma klinefelter
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, kemudian juga dapat diketahui dengan pemeriksaan darah untuk petanda tumor Alfa Fetoprotein (AFP), Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan Lactic Dehydrogenase (LDH).
  1. Verikokel
Adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis yang mengalirkan darah dari testis. Lebih sering mengenai testis kiri. Biasanya tidak ada gejala yang menyertai varikokel, namun beberapa pria terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena.
Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba sebagai ‘sekantung cacing’ massa ini timbul pada posisi tegak tetapi dapat mengosongkan isinya, dan tidak teraba pada sisi berbaring. Perbaikan verikokel yaitu dengan cara pembedahan.
2.6. Terapi
Tindakan untuk mengatasi torsi testis terdiri dari 2 cara yaitu :
Detorsi atau reposisi manual dan
Eksplorasi atau dengan cara pembedahan.
Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini atau merupakan tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan ini dilakukan dengan mengingat arah torsi pada umumnya. Reduksi yang berhasil akan memberikan pemulihan segera untuk aliran darah ke tistis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada kesempatan awal. Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.
Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah ada perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomi, namun apabila testis masih baik lakukan orchidopeksi pada testis yang bersangkutan dan testis kontralateral.
Pada penderita-penderita dengan riwayat torsi yang berulang, sebaiknya pada penderita ini dilakukan orchidopeksi elektif.

Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. 
DAFTAR PUSTAKA
1.      Harrison_s._Principles_of_internal_medicine_16th_edition. 2005. Mc Graw Hill. New York
2.      Junquira L.C. and J Carneiro : Basic Histology. 3th ed. Lange Med. Publ. 1980.
3.      Muhammad Waseem, MD, Associate Professor of Emergency Medicine in Clinical Pediatrics, Weill Medical College of Cornell University; Consulting Staff, Department of Pediatrics, Bronx Lebanon Hospital; Consulting Staff, Department of Emergency Medicine, Lincoln Medical and Mental Health Center.
4.      Robbins, 1999, Pathologic Basic of Disease, Sixth edition, Saunders Company, Philadelphia.
5.      Soelarto Reksoprodjo, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, 1987, FKUI, Jakarta.
7.      http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/torsio-testis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar