Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang
terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan
volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika
albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika
dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat
digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar
tetap stabil.
Secara
histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus
terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat
sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan
pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial
testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.
Sel-sel
spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan atau maturasi diepididimis setelah mature (dewasa) sel-sel
spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-caidari
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk
cairan semen atau mani.
Vaskularisasi
Testis
mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh
vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
verikokel.
2.4.
Diagnosis
Diagnosis
torsi testis didapat dari gejala gejala (anamnesis) dan pemeriksaan fisik.
2.4.1.
Anamnesis
·
Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan
dalam skrotum, sakit perut hebat, kadang-kadang disertai dengan rasa mual dan
muntah.
·
Testis
yang bersangkutan dan dirasakan membesar.
·
Terjadi
retraksi retraksi dari testis kearah kranial, karena funikulus spermatikus
terpuntir tadi memendek
2.4.2.
Pemeriksaan fisik
·
Testis pada sisi yang terkena sering lebih
tinggi jika dibandingkan dengan sisi testis yang lain.
·
Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi
tidak menghilangkan nyeri seperti sering terjadi pada epididimis akut.
·
Funikulus menebal, kadang-kadang dapat diraba
suatu simpul.
·
Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu
dengan epididimis dan sukar dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusian,
hiperemia, udema kulit dan subkutan
2.5. Diagnosis
banding
1. Epididimis akut
Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada
pria diatas usia 35 tahun, E.
coli merupakan penyebab terlajim epididimistis, pada pria di bawah usia
35 tahun Clamydia Trochomatis merupakan organisme terlazim pada penyebeb
penyakit ini. Gambaran klinisnya yaitu pada stadium akut mungkin ada nyeri, pembengkakan dan demam
ringan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan skrotum
membesar, dapat ditemukan nyeri tekan pada funikulus spermatikus dan pada
palpasi menunjukan epididimis yang nyeri dan menebal. Dapat sulit membedakan
epididimistis dari torsi testis. Elevasi ringan scrotum cenderung membuat
epididimistis kurang nyeri, tetapi perasat ini mengeksaserbasi nyeri akibat
torsi testis.
2.
Orkhitis
Orkhitis merupakan peradangan testis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan testis kanan dan kiri.
Orkhitis akut ditemukan sebagai penyulit penyakit virus, misalnya yang paling
sering adalah parotitis epidemika.
3.
Hernia inguinalis
Gejala berupa benjolan di daerah inguinal
yang dapat mencapai scrotum. Benjolan dapat timbul pada saat berdiri atau
mengejan. Terasa nyeri bila menjadi inkarserata.
- Hidrokel Testis
Hidrokel testis merupakan pengumpulan cairan di dalam ruang antara kedua
lapisan membran tunika vaginalis. Diagnosis hidrokel ditegakkan dengan tes transluminasi atau
diapanaskopi positif.
- Tumor Testis
Merupakan pertumbuhan sel-sel ganas
didalam testis yang dapat menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya
benjolan di dalam skrotum.
Kebanyakan terjadi pada usia dibawah 40
tahun, penyebab pasti belum diketahui.
Beberapa faktor yang menunjang timbulnya
tumor testis adalah :
- Testis undesensus.
- Perkembangan testis yang abnormal.
- Sindroma klinefelter
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan hasil pemeriksaan fisik, kemudian juga dapat diketahui dengan pemeriksaan
darah untuk petanda tumor Alfa Fetoprotein (AFP), Human Chorionic Gonadotropin
(HCG) dan Lactic Dehydrogenase (LDH).
- Verikokel
Adalah pelebaran abnormal (varises) dari
pleksus pampiniformis yang mengalirkan darah dari testis. Lebih sering mengenai
testis kiri. Biasanya tidak ada gejala yang menyertai varikokel, namun beberapa
pria terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena.
Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang
teraba sebagai ‘sekantung cacing’ massa ini timbul pada posisi tegak tetapi
dapat mengosongkan isinya, dan tidak teraba pada sisi berbaring. Perbaikan
verikokel yaitu dengan cara pembedahan.
2.6. Terapi
Tindakan
untuk mengatasi torsi testis terdiri dari 2 cara yaitu :
Detorsi atau reposisi manual dan
Eksplorasi atau dengan cara pembedahan.
Detorsi
manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini atau merupakan tindakan awal
bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan ini dilakukan dengan
mengingat arah torsi pada umumnya. Reduksi yang berhasil akan memberikan
pemulihan segera untuk aliran darah ke tistis. Tindakan ini tidak boleh
dianggap sebagai pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat
harus tetap dilakukan pada kesempatan awal. Detorsi manual adalah mengembalikan
posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan
dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk
memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan,
dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa
detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada
torsi dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan.
Selain itu abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan
mungkin melibatkan testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif
kedua testis diharuskan.
Eksplorasi
mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan tanpa ditunda-tunda lagi
dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar suatu torsi segera
lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah ada
perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomi,
namun apabila testis masih baik lakukan orchidopeksi pada testis yang
bersangkutan dan testis kontralateral.
Pada penderita-penderita dengan riwayat
torsi yang berulang, sebaiknya pada penderita ini dilakukan orchidopeksi
elektif.
Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk
mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu
dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup)
atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi
(fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak
diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali,
sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan
testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis
kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada
di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison_s._Principles_of_internal_medicine_16th_edition.
2005. Mc Graw Hill. New York
2. Junquira
L.C. and J Carneiro : Basic Histology. 3th ed. Lange Med. Publ. 1980.
3.
Muhammad
Waseem, MD, Associate Professor of Emergency Medicine in Clinical
Pediatrics, Weill Medical College of Cornell University; Consulting Staff,
Department of Pediatrics, Bronx Lebanon Hospital; Consulting Staff, Department
of Emergency Medicine, Lincoln Medical and Mental Health Center.
4.
Robbins, 1999, Pathologic Basic of Disease,
Sixth edition, Saunders Company, Philadelphia.
5.
Soelarto Reksoprodjo,
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, 1987, FKUI, Jakarta.
7.
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/torsio-testis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar